Ribuan Muslim Dibantai di Srebrenica Tepat 30 Tahun Lalu


REPUBLIKA.CO.ID, SREBRENICA, – Ribuan orang dari Bosnia dan seluruh dunia berkumpul di Srebrenica pada Jumat (11/7/2025) untuk memperingati 30 tahun pembantaian lebih dari 8.000 anak laki-laki dan laki-laki Muslim Bosnia di sana. Ini sebuah kekejaman yang diakui sebagai satu-satunya genosida di Eropa setelah Holocaust.

Tujuh korban pembantaian tahun 1995 yang baru diidentifikasi, termasuk dua pria berusia 19 tahun, dimakamkan dalam pemakaman kolektif di pemakaman luas dekat Srebrenica pada hari Jumat, di samping lebih dari 6.000 korban yang sudah dimakamkan di sana. Pemakaman semacam itu diadakan setiap tahun bagi para korban yang masih digali dari puluhan kuburan massal di sekitar kota.


Namun, kerabat para korban seringkali hanya dapat menguburkan sebagian jenazah orang yang mereka cintai karena mereka biasanya ditemukan di beberapa kuburan massal yang berbeda, terkadang berjarak beberapa kilometer. 

Demikianlah yang dialami Mirzeta Karic yang sedang menunggu pemakaman ayahnya. “Tiga puluh tahun pencarian dan kami mengubur tulang,” katanya sambil menangis di dekat peti mati ayahnya yang dibungkus kain hijau sesuai dengan tradisi Islam.

“Saya pikir akan lebih mudah jika saya bisa menguburkannya semuanya. Apa mau dikata, ayah saya adalah salah satu dari 50 (yang terbunuh) dari seluruh keluarga saya,” tambahnya.

Tidak kurang dari 1.400 unit masjid dihancurkan tentara Serbia dan Kroasia selagi Perang Bosnia berlangsung. Sejak berdiri pada 1945, Yugoslavia merupakan gabungan dari enam republik, yakni Slovenia, Kroasia, Bosnia- Herzegovina, Serbia, Montenegro, dan Makedonia.

Sejak meninggalnya tokoh pemersatu Yugoslavia, Josip Broz Tito, pada 4 Mei 1980, stabilitas politik sulit terjaga. Kekacauan ekonomi pun membayang. Pada awal 1980-an, sebanyak 20 persen penduduk federasi ini tanpa pekerjaan, sedangkan inflasi melonjak 45 persen. Skandal Agrokomerc pada 1987 menguak betapa korupnya basis finansial Yugoslavia.

Pergolakan dimulai dengan ulah presiden Serbia Slobodan Milosevic yang mencaplok wilayah otonom Vojvodina dan Kosovo pada Maret 1989. Pada tahun yang sama, tokoh nasionalis Kroasia, Franjo Tudman, mendirikan Partai Uni-Demokratik Kroasia (HDZ). Disintegrasi Yugoslavia secara resmi terjadi pada Selasa pagi, 23 Januari 1990, ketika Liga Komunis Yugoslavia bubar. Tiap republik pun dapat mengklaim kedaulatan masing-masing.

Bosnia-Herzegovina pada saat itu merupakan wilayah yang cukup bineka dibandingkan dengan republik-republik lain dalam federasi Yugoslavia. Masyarakatnya terdiri atas tiga etnis dominan, yakni Bosniak (Muslim), Serbia (Kristen Ortodoks), dan Kroasia (Katolik).

 

Demokrasi pun agaknya berjalan di negeri itu setelah bubarnya Liga Komunis Yugoslavia. Alija Izetbegovic dari Partai Aksi Demokratik (SDA) menjadi presiden Bosnia-Herzegovina pada November 1990. Schuman dalam bukunya, Nations in Transition: Bosnia and Herzegovina (2004), memandang Izetbegovic sebagai politikus Muslim yang berjuang mempertahankan keberagaman etnis untuk persatuan negerinya.

Dalam sebuah kesempatan, Milosevic dan Tudman mengadakan pertemuan rahasia. Keduanya memuluskan rencana untuk menyerang Bosnia-Herzegovina dan membagi-bagi wilayah tersebut. Pemimpin Serbia dan Kroasia itu menganggap Bosnia sebagai musuh bersama. Hal ini sejalan dengan seruan kalangan separatis Serbia dan Kroasia di Bosnia-Herzegovina yang menghendaki pembentukan wilayah otonom sejak Desember 1991.

Pada 6 April 1992, komunitas Eropa mengakui kedaulatan Bosnia-Herzegovina. Namun, kabar gembira ini segera disusul insiden berdarah. Satu hari setelahnya, aksi damai di Sarajevo dibubarkan tentara etnis Serbia dengan rentetan peluru. Tentara Bosnia yang dibantu tentara etnis Kroasia berupaya menumpas tentara Serbia ini.

Namun, situasi akhirnya berbalik sehingga tentara Bosnia mesti bertempur melawan tentara Kroasia sekaligus tentara Serbia. Pada 2 Mei 1992, Jenderal Ratko Mladic memimpin tentara Serbia untuk mengepung ibu kota Bosnia-Herzegovina, Sarajevo. Empat tahun lamanya mereka memutus akses lalu lintas, listrik, dan air bersih di kota ini.

Dampaknya, penduduk Bosnia terkepung dalam bayang-bayang kelaparan dan ketakutan. Pasukan Mladic terus membombardir Sarajevo sehingga menewaskan ribuan orang Bosnia.

Sementara itu, Mate Boban tampil membentuk faksi militer Kroasia (HVO) di Bosnia-Herzegovina. Dia didukung sepenuhnya Tudjman yang sedari awal ingin menguasai wilayah negara ini. Pertempuran brutal berlangsung, khususnya untuk merebut pusat Herzegovina, Kota Mostar.

Stari Most, jembatan bersejarah yang dibangun sejak abad ke- 16, ikut dihancurkan tentara Kroasia dalam kejadian ini. Selain itu, tentara Kroasia juga menghancurkan setiap masjid yang dijumpai. Daniel F Cetenich dalam tesisnya untuk San Francisco State University (2002) menyebutkan, tidak kurang dari 1.400 unit masjid dihancurkan tentara Serbia dan Kroasia selagi Perang Bosnia berlangsung.

Pada 5 Februari 1994, tentara Serbia membantai 68 warga sipil Sarajevo serta mencederai 200 orang lainnya. Mereka juga menggiring para tawanan ke sejumlah barak konsentrasi. Tindakan keji mereka sempat direkam media internasional sehingga tersebar luas ke penjuru dunia.

Bagaimanapun kerasnya kecaman yang datang, kenekatan Mladic tidak juga surut. Pada Maret 1994, Amerika Serikat (AS) memediasi upaya perdamaian antara faksi-faksi di Bosnia-Herzegovina. Kubu Kroasia dan Bosnia sempat menurut, tetapi kubu Serbia bersikeras menolak.

Memasuki tahun 1995, negosiasi yang sesungguhnya baru dapat terjadi. Bagaimanapun, di lapangan militer, Serbia tetap berulah. Pada 8 April 1995, mereka menembaki pesawat pengangkut bantuan kemanusiaan untuk para pengungsi Bosnia. Pada 26 Mei 1995, tentara Serbia juga kembali mengebom Sarajevo. NATO membalas tindakan ini dengan membombardir basis pertahanan Serbia.

Lebih nekad lagi, tentara Serbia lantas menculik lebih dari 350 personel pasukan keamanan PBB yang beroperasi di Bosnia- Herzegovina. Empat bulan lamanya ketegangan terus terjadi, sementara proses negosiasi berlangsung alot.

Pembantaian Srebrenica…


Loading…


sumber : Associated Press



Sumber: Republika