BPJPH: Wajib Halal 2026 Jadi Strategi Perkuat Daya Saing Ekonomi Halal
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hasan menegaskan, kebijakan implementasi kewajiban sertifikasi halal atau program Wajib Halal yang mulai berlaku pada Oktober 2026 menjadi salah satu langkah strategis pemerintah dalam memperkuat daya saing ekonomi halal nasional.
Menurut Haikal, Wajib Halal tidak semata-mata dimaknai sebagai pemenuhan kewajiban regulatif, melainkan juga sebagai instrumen negara dalam melindungi masyarakat sekaligus meningkatkan kualitas dan daya saing produk.
“Sertifikasi halal bukan sekadar kewajiban regulatif, tetapi instrumen strategis untuk melindungi konsumen, meningkatkan daya saing produk, dan memperkuat ekonomi halal nasional,” ujar Haikal dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan, kebijakan halal memiliki makna yang lebih luas dalam konteks pembangunan nasional. Jaminan produk halal, terutama untuk pangan dan kebutuhan konsumsi sehari-hari, dinilai sebagai bagian dari upaya membangun masyarakat Indonesia yang sehat, kuat, dan berdaya.
“Produk halal tidak hanya memenuhi aspek kehalalan sesuai ketentuan agama, tetapi juga menekankan prinsip kebersihan, keamanan, higienitas, dan kualitas. Hal ini menjadi fondasi penting bagi ketahanan sumber daya manusia,” kata Haikal.
Adapun beberapa kategori produk yang wajib menjalankan sertifikasi halal mulai 18 Oktober 2026 meliputi pertama, produk makanan dan minuman; bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman; serta hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. Ketiga kategori ini berlaku bagi produk pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) maupun produk luar negeri.
Selain itu, kewajiban sertifikasi halal juga mencakup obat bahan alam, obat kuasi, dan suplemen kesehatan; kosmetik, produk kimiawi, dan produk rekayasa genetik; barang gunaan seperti sandang, penutup kepala, dan aksesori; serta perbekalan kesehatan rumah tangga, peralatan rumah tangga, perlengkapan peribadatan umat Islam, alat tulis, perlengkapan kantor, serta alat kesehatan kelas risiko A.
sumber : Antara
Sumber: Republika
